Senin, 09 Mei 2011

di Tangan TKW Hong Kong Lima Menit Penginjil Mati Kutu

Selesai bertugas di komunitas perpustakaan Islam, Ahad pekan lalu, untuk menjaga kebersamaan bersama para akhwat BMI kami meluangkan waktu untuk makan bersama. Selepas maghrib saya bersama teman-teman menuju warung makan Indonesia yang terletak di Tin Hau, salah satu kota di Hong Kong yang bersebelahan dengan Causeway Bay. Cuaca hari itu cukup panas, sehingga kelelahan itu terobati ketika makan bersama sambil sesekali bercanda ringan.

Baru beberapa menit bercanda, seorang wanita berkulit gelap yang duduk di samping kami memprovokasi dengan pembicaraan yang mendiskreditkan Islam. Dengan berbagai cara ia berusaha menjebak pembicaraan yang ujung-ujungnya melecehkan Nabi SAW.

Awalnya masih kami layani dengan baik, apalagi penginjil wanita itu mengaku lulusan pesantren. Setelah kami biarkan wanita itu bicara, lama kelamaan nampak bahwa dia bukan seorang muslimah. Tak sabar jadi pendengar pidato bualannya, saya langsung bertanya, “Apa agama anda saat ini?” Akhirnya dia menjawab Kristen.

“Oh, ternyata wanita ini seorang penginjil. Bakal seru nih”, batin saya waktu itu. Saya bersama May, Afa, Umi, Ayuun dan Biati merasa mendapat udara segar yang bisa mendinginkan cuaca. Kami biarkan beberapa saat salibis tersebut meneruskan pidatonya, hingga menyinggung masalah ketuhanan.

Pada giliran kami bicara, saya pun tanya, “Apa definisi Tuhan?” Dia menghindar, saya tanya lagi “ Di mana sifat ketuhanan Yesus saat disiksa, ditelanjangi, diarak, diludahi dan disalib?” Dia malah bertanya balik, “Menurut anda?”

“Jawab dulu pertanyaan saya,” tukas saya.

Gelagapan, sang penginjil pun mengalihkan pembicaraan, akhirnya saya tegur, “Jangan mengalihkan tema, jawab dulu pertanyaan saya.” Sang penginjil masih terdiam beberapa sat, lalu saya berondong lagi dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Injil Barnabas, jilbab dalam Bibel, pertentangan khitan antara Kitab Perjanjian Baru dengan Perjanjian Lama, dan seterusnya. Semua pertanyaan tidak bisa menjawab satupun, akhirnya dengan sangat kasihan saya bilang. “Anda masih terlalu amatir dan bukan kelas kami. Anda ini pembohong, pasti bukan muslimah lulusan pesantren!”

Ketika saya tanya di mana pesantren tempat dia belajar, dia menjawab tidak pernah masuk pesantren, saya bilang lagi, “Tadi di awal pembicaraan anda bilang pernah nyantri, sekarang bilang tidak pernah. Anda ketahuan pembohong.”

Teman-teman saya tidak mau ketinggalan, ikut-ikut bertanya dengan berbagai macam pertanyaan, babak belur salibis kacangan tersebut. Merasa terpojok, keluarlah jurus andalan salibisnya, dengan bangga mengatakan perihal ustadz Junaidi pimpinan pesantren di Jawa Barat yang akhirnya masuk Kristen, saya dan teman-teman mengejarnya untuk mendapatkan kevalidan info yang dia ceritakan, tapi kukuh tidak diberikan, akhirnya saya bilang berkali-kali, “Anda mau berbohong lagi? Anda pembohong seperti umumnya tradisi misionaris. Anda sangat lihai berbohong”, tiap dia ingin menyangkal, saya selalu katakan “Anda pembohong”.

Saya dan teman-teman jadi geli menahan senyum, saya minta nomor HP dia berkelit, saya paksa dengan sedikit menekan akhirnya diberikan, ini nomor HP-nya + 852 92067974.

Kami tidak memulai, kami hanya mengikuti saja permainan jebakan salibis, namun sangat disayangkan, ternyata salibis tersebut masih amatir dan tidak menguasai Injil sedikitpun. Semua pertanyaan kami yang hanya ringan-ringan tidak mampu dia jawab.

Itulah sekelumit kisah para buruh migran Indonesia (BMI) menghadapi agresivitas para penginjil Kristen di Hong Kong. Kisah-kisah kristenisasi yang membidik BMI Hong Kong masih sangat banyak yang belum terkuak. [Yulianna PS/voa-islam.com]